Terjajah Oleh "Standar Cantik Ideal" Dari Masyarakat

"Mbak, ada rekomendasi bedak yang tahan lama kalau dipakai pas naik gunung?"
Pertanyaan yang pernah saya dapatkan dari salah satu reader (hai, kamu yang membaca ini :D) dan mampu membuat saya bengong beberapa menit, kemudian saya pun balik bertanya, "Kenapa naik gunung harus pakai bedak?"

Jawabannya kembali membuat saya bengong, "Aku nggak PD kalau mukaku kelihatan kucel."

Saya juga nggak PD sih kalau muka kelihatan kucel, tapi kalau lagi naik gunung apa ya, ada orang lain yang peduli muka saya kucel atau tidak. Kalaupun pas saya naik gunung dan ada yang komentar, "Eh, Mon muka kamu kok kucel sih?" pasti saya jawab, "Kucel-kucel hotahei." Kemudian akan saya ajak menari-nari melintasi pohon dan jika timing-nya pas akan saya lempar ke jurang. Aelah, cuma Mbak Pevita Pearce aja kok yang naik gunung aja kulitnya masih bisa kinyis-kinyis.

terjajah-oleh-standar-ideal-masyarakat

Sebagai beauty blogger yang jarang update #uhuk, saya cukup sering mendapat pertanyaan terkait dengan rasa kurang PD, salah satu diantaranya adalah pertanyaan di awal tulisan ini. Saking seringnya menjadi tempat curhat reader yang merasa kurang PD, yang mana ma'aaaaf banget saya nggak bisa bales karena jawabannya bakal mbulet, mendingan saya tulis saja jadi satu tulisan khusus eaaaa..

Saya bilang "jawabannya bakal mbulet" karena sebenarnya jika pada dasarnya kita sudah nggak PD dalam artian kurang bisa menerima diri kita sendiri, orang mau ngomong apa juga nggak akan terlalu pengaruh. Misal nih teman saya bilang, "Duuuuhhh.. aku kok gendut siiihhh.. Jelek." Sedangkan menurut saya, teman saya nggak jelek walaupun memang gendut, "Nggak jelek kok." Pasti akan ada percakapan: jelek-nggak-jelek-nggak-jelek-......... Begitu seterusnya sampai bumi benar-benar menjadi datar.

Sebenarnya, merasa kurang PD adalah suatu hal yang sangat sangat wajar. Namanya juga manusia, pengennya yang sempurna walaupun tahu sempurna hanyalah milik Andra and The Backbone. Tapi, tetap kamu yang sempurna di mataku, Mas #halah. Yang menjadi tidak wajar adalah ketika rasa kurang PD tersebut menjadi sebuah batasan bagi diri kita. Contohnya saja rasa nggak PD ketika naik gunung karena wajah kita kucel. Bukannya fokus menikmati semesta, eh malah riweuh sendiri.

Rasa kurang PD di kalangan perempuan semakin menjadi-jadi ketika standar cantik sebagian besar masyarakat banyak dipengaruhi oleh media. Sebagai contoh, mayoritas orang Indonesia memiliki warna kulit eksotis, tapi sebagian besar brand ambassador yang ditampilkan oleh suatu produk kecantikan adalah artis yang memiliki kulit putih. Belum lagi produk kecantikan dengan embel-embel "whitening" yang memberikan stigma bahwa perempuan berkulit putih lebih cantik dibandingkan dengan yang berkulit eksotis. Bahkan, pernah ada produk kecantikan dengan iklan yang memberikan stigma bahwa laki-laki lebih memilih perempuan berkulit putih.

Vangke sih, karena keinginan yang menggebu-gebu untuk punya kulit putih secara instan jadi dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, salah satunya dengan membuat krim pemutih kiloan abal-abal. Dan sedihnya, masih banyak yang tertipu #jedotinkepalakepohonpisang.

Baru masalah warna kulit loooohhh.. Belum lagi masalah bentuk tubuh. Tubuh kurus dan tinggi semampai adalah standar tubuh ideal yang diamini sebagian besar masyarakat. Tambah diamini ketika banyak fashion brand  tidak menyediakan pakaian yang berukuran besar. Padahal semua orang berhak menjadi fashionable yeeee... Walaupun saya bukan bagian dari yang berbadan besar, setidaknya banyak teman saya yang berbadan besar dan merasa kesusahan mencari pakaian.

Ngobrolin masalah bentuk badan, saya pernah mencuri dengar beberapa dedek-dedek gemesh yang sedang mengobrol di gym, "Aduuuuuhhh.. kok perutku nggak kecil-kecil yaaa.. Masih buncit gini." Waktu itu, saya otomatis menoleh dan pandangan saya tertuju ke perut si dedek gemesh, dahi saya berkerut. Saya membatin sambil elus-elus perut, "Itu buncit di mananya ya?" Kemudian si dedek gemesh satu lagi menimpali, "Halaaaah.. perutmu udah lumayan kecil. Coba deh liat lenganku, haduuuhhh.."

terjajah-oleh-standar-ideal-masyarakat

Terus saya penasaran kan, iseng saya gabung dengan sedikit basa-basi hingga akhirnya saya bilang, "Keren ya, seumuran kalian udah sadar kesehatan sampai ke gym segala. Zamanku muda mah jam segini nongkrong di warung batagor." Lalu, salah satu dedek gemesh menjawab dengan nada centil, "Hehehehehe.. Biar kurus Mbaaakkk.. Kalau gendut nggak bakal dapet pacar." Dan diamini oleh dedek gemesh yang lain.

Hhhhhhh...

My dear, kalau ada mas-mas yang menolak cintamu dengan alasan badan kamu nggak proporsional, suruh aja pacaran sama manekin, pro-por-si-o-nal. Dijamin! Bisa pesan sesuai request pula. Mau yang tete-nya ukuran 36B? Bisa. Mau yang tinggi semampai? Bisa. Mau yang perutnya datar? Bisa banget!

Kalau mas-masnya macam Adam Levine sih, masih bisa dimaafkan, worth it lah yaaaa.. buat diperjuangkan. Lah, kalau ternyata cuma mas-mas mesum yang bribikannya se-RT, piye? Lagian apa sih yang bisa dicari dari mas-mas yang isi otaknya hanya perempuan bertubuh "proporsional"?

"Kamu sih enak, Mon. Pinter dandan, badan juga nggak gendut. Kalau aku, banyak yang ngejek aku gendut, jadinya aku minder."

Siapa bilang saya nggak pernah mengalami body shamming? Jangankan body shamming, rai (bahasa Jawa dari "muka") shamming juga pernah. Dulu saya juga merasa minder banget, tapi lama-kelamaan... percetan kalean cemua. Karena yang namanya hater, pasti akan selalu ada. Ingat, nggak hanya kasih ibu yang bisa sepanjang masa.

Sebenarnya nggak masalah kok kalau setiap ejekan yang kita terima malah dijadikan motivasi untuk memperbaiki diri. ITU MALAH BAGUS. Tapi, menjadi salah apabila tidak diimbangi dengan usaha untuk mencintai diri sendiri seutuhnya #tsaaaaaaahhh.

Tapi, beneran deh. Kalau sudah pada dasarnya cinta dengan diri sendiri, kita jadi lebih fokus untuk memaksimalkan kelebihan kita, bukannya fokus pada kekurangan kita. Namanya juga manusia, pasti ada kekurangannya. Mbak Dian Sastro aja punya kekurangan loh! Kurang ramah contohnya #uhuk. Asalkan jangan kelewat mencintai diri sendiri yeeee.. Nanti jadi narsis. Semua yang berlebihan itu memang tidak baek ya, anak-anak.

Bagaimana cara agar bisa lebih mencintai diri sendiri?

Merawat diri dan mengasah kemampuan diri adalah dua cara diantara sekian banyak cara #halah #ribetamatngomongnya

Yang perlu diingat dari proses merawat diri adalah nggak ada yang hasilnya instan. Jadi, misal kalian sudah gonta-ganti produk dan masih saja jerawatan, harap bersabar, itu semua hanya ujian. Mungkin kalian hanya belum mendapatkan jodoh yang pas dengan kulit kalian. Semua akan indah pada waktunya. Mbok kayak saya ini loh. Jodoh kulit belum dapet, jodoh hidup belum dapet, masih bisa makan nasi goreng pete dengan nikmat kok.

terjajah-oleh-standar-ideal-masyarakat

Selain mengurusi masalah fisik, mengasah kemampuan diri juga sangat penting. Paling tidak, energi kita bisa tersalurkan ke arah yang lebih positif dan tentu saja dapat meningkatkan "nilai jual" kita. Jangan sia-siakan talenta yang kalian miliki wahai anak muda! Kembangkanlah demi masa depan Indonesia yang lebih baik! MERDEKA! #tujuhbelasagustusmasihlama

Yang paling penting sebenarnya adalah jadilah diri kita sendiri dan berbahagialah, jangan terlalu larut dalam membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Toh semua orang terlahir dengan keunikan masing-masing. Eato?

Punya kulit sawo matang? Berbahagialah, tinggal dirawat agar makin eksotis.
Punya rambut keriting? Berbahagialah, keriting itu unik.
Punya tubuh pendek? Berbahagialah, pendek itu imut... seperti saya :")
Punya tubuh gemuk? Berbahagialah dan perbanyak olah raga, yang penting sehat!

Jangan biarkan diri kita terjajah oleh "standar cantik ideal" dari masyarakat karena cantik itu relatif berrroooohhh.. :)

Thank you for stopping by! :-*
Instagram: @monicaagustami | Email: monicaagustami@gmail.com

What's your opinion?

  1. sama banget sih, kak! ^^
    aku juga pernah bikin tulisan tentang percaya diri karena geregetan sama perempuan-perempuan yang gak mencintai dan bersyukur atas fisiknya sendiri. kulitku gak putih dan badanku pendek, tapi aku pede-pede aja. hehe
    eh tapi aku kadang suka kesel sama brand lokal yang bikin foundie dan bb cream dengan pilihan shade cuma 2-3, udah gitu shadenya untuk kulit putih semua, berasa target pasarnya orang Korea kali yes. beda banget sama brand kecantikan western yang kalo bikin foundie dan concealer pasti pilihan shadenya bejibun. aku berharap sih tulisan ini bisa dibaca sama brand kecantikan lokal supaya gak melulu pake brand ambassador berkulit putih, dan supaya mereka sadar bahwa target pasar mereka kebanyakan perempuan berkulit eksotis. huhu duh kok malah jadi curhat panjang lebar, yak. maafin ya kak. :")


    www.zahratsabitah.blogspot.co.id

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku jujur agak kesusahan cari foundation lokal yang sesuai kulitku. Kalaupun ada, biasanya brand yang medium end macam Make Over. Yang low end sering banget keputihan, huhuhu..
      Tapi memang cantik adalah kulit putih sudah lumayan terpatri yaaa, huhuhu..

      Hapus
  2. Gimana ya biar kulitnya eksotis kaya Tara Basro gitu

    BalasHapus
  3. Huaaaaaaah tulisan mbak Mon ini pas untuk mencerahkan isi otak para wanita yang didoktrin: CANTIK ITU PUTIH TINGGI KURUS MACAM TOGE nih!

    BalasHapus
  4. "RAI SHAMMING" iki sing marai ngakak. Kulitku termasuk ireng kileng-kileng bukan ireng eksotis dan badanku kurus pendek, kalo ketemu orang baru tanyanya "sekolah kelas berapa dek?" langsung mbatin "yes, aku awet enom"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu basa-basi. Jangan senang dulu. Pasti tujuan utamanya tetep rai shamming.

      Hapus
  5. Yuk nasi goreng pete Sadar 😏

    BalasHapus